CIANJUR-Ratusan warga Kampung Waas Desa Bojong Karangtengah, menyerbu Mapolsek Karangtengah, Senin (22/12) sekitar pukul 10:00 WIB.
Massa yang mayoritas ibu-ibu, dan anak-anak itu, membawa sejumlah spanduk bertuliskan nada protes, atas pemanggilan tiga warga yang dilaporkan telah merusak patok tanah di Jalan Siti Jaurah atau Gang Sawo.
Mereka diterima langsung Kapolsek Karangtengah, Kompol Darmadji dan sejumlah anggotanya. Dalam audiensi tersebut, warga mengeluhkan adanya pemasangan patok yang terbuat dari semen pada jalan akses utama di Kampung Waas itu.
Ketua RW 15, Desa Bojong, Kecamatan Karangtengah, Titin Kamila mengatakan, aksi demo tersebut berkaitan dengan adanya pemasangan patok yang mengambil sepertiga badan Jalan Siti Jeurah atau Gang Sawo. Dengan adanya patok yang dipasang tersebut, jalan yang semula memiliki lebar tiga meter itu, kini hanya tersisa dua meter saja.
“Pemasangan patok itu sepihak dan kami tidak pernah diajak musyawarah. Dasar pemasangan patok itu sendiri tidak jelas,” tegas Titin.
Titin menyebutkan, meski sepertiga jalan tersebut diklaim milik pribadi, namun seharusnya pemilik beritikad baik kepada warga. Pasalnya jalan tersebut sudah dipakai warga dan menjadi jalan utama mereka sejak tahun 2000. Adapun patok itu terpasang sepanjang 180 meter masuk ke dalam kampung.
“Tiba-tiba saja pada tanggal 10 Desember 2014 sampai 13 Desember 2014 sudah terpasang patok yang memakan lebar satu meter dari sisi jalan itu,” ujar Titin.
Dia pun menyesalkan sikap ahli waris yang arogan dengan melaporkan dugaan pengrusakan yang dilakukan warga dan menyisakan jalan yang hanya bisa dilalui satu unit sepeda motor. Menurutnya, hal tersebut sangat merugikan warga, terutama pemilik mobil.
“Yang punya sebelumnya sempat memberikan izin yang disaksikan langsung oleh RT dan unsur muspika, jika sebagian tanahnya itu untuk dijadikan jalan. Itu sebabnya akhirnya pemerintah pun melakukan pengaspalan dan perawatan terhadap jalan itu. Lha ini kok tiba-tiba ahli waris memasang patok tanpa sepengetahuan warga dan muspika,” kecam Titin.
Sementara Kapolsek Karangtengah Kompol Darmadji, membenarkan bahwa pihaknya telah memanggil tiga warga Kampung Waas atas laporan pihak ahli waris atas nama Sutardi.
Namun, lanjut Darmadji, pemanggilan tiga warga itu hanya sebatas saksi saja untuk dimintai keterangan di Polsek Karangtengah. Ia pun menegaskan bahwa pemanggilan itu bukan sebagai tersangka atas pelaporan ahli waris yang diterima pihaknya. Berkenaan dengan perselisihan ini, pihaknya pun menerima berbagai keluhan dan masukan dari masyarakat. “Bukan sebagai tersangka. Tapi sebagai saksi untuk dimintai keterangan saja,” tegas Darmadji.
Darmadji menambahkan, kasus perselisihan antara ahli waris dengan warga ini sebenarnya bisa diselesaikan di kantor desa. Namun ia pun tidak mengetahui secara persis apa alasan warga malah mendatangi Polsek Karangtengah.
Dengan adanya tuntutan warga ini, pihaknya bakal memanggil pihak ahli waris, warga dan ketiga warga yang dilaporkan oleh ahli waris dengan dugaan telah merusak patok tanahnya. Penyelesaian yang paling masuk akal, dengan jalan musyawarah.
“Tidak mungkin kami menolak laporan warga kepada kami. Tapi ini bisa diselesaikan dengan cara musyawarah. Makanya nanti akan kami panggil semuanya ke polsek, baik ahli waris, warga, RT, RW, Kades dan tiga warga yang dilaporkan ahli waris telah merusak patok tanahnya itu,” urainya.
Disinggung apakah status ketiga warga Kampung Waas yang dilaporkan pihak ahli waris itu bakal dinaikkan statusnya sebagai tersangka, Darmadji dengan tegas bahwa hal itu sepertinya sulit dan kecil kemungkinannya. Pasalnya dalam keterangan warga dalam audiensi, tanah yang telah dipatok pihak ahli waris itu sudah diserahkan oleh pemiliknya untuk digunakan jalan umum.
“Belum bisa jadi tersangka. Musyawarah dan mediasi dulu. Bukti-bukti kepemilikan ahli waris juga masih atas nama orangtuanya terdahulu. Jadi masih cukup lemah,” sambungnya.
Namun yang membuat permasalahan tersebut menjadi cukup pelik adalah, keberadaan lahan tanah yang sejak tahun 2000 lalu diaspal oleh Pemkab Cianjur. “Nah itu kan menyangkut fasilitas dan jalan milik umum. Jadi tetap harus diselesaikan lewat mediasi dan jalan musyawarah,” pungkasnya.(ruh)
Massa yang mayoritas ibu-ibu, dan anak-anak itu, membawa sejumlah spanduk bertuliskan nada protes, atas pemanggilan tiga warga yang dilaporkan telah merusak patok tanah di Jalan Siti Jaurah atau Gang Sawo.
Mereka diterima langsung Kapolsek Karangtengah, Kompol Darmadji dan sejumlah anggotanya. Dalam audiensi tersebut, warga mengeluhkan adanya pemasangan patok yang terbuat dari semen pada jalan akses utama di Kampung Waas itu.
Ketua RW 15, Desa Bojong, Kecamatan Karangtengah, Titin Kamila mengatakan, aksi demo tersebut berkaitan dengan adanya pemasangan patok yang mengambil sepertiga badan Jalan Siti Jeurah atau Gang Sawo. Dengan adanya patok yang dipasang tersebut, jalan yang semula memiliki lebar tiga meter itu, kini hanya tersisa dua meter saja.
“Pemasangan patok itu sepihak dan kami tidak pernah diajak musyawarah. Dasar pemasangan patok itu sendiri tidak jelas,” tegas Titin.
Titin menyebutkan, meski sepertiga jalan tersebut diklaim milik pribadi, namun seharusnya pemilik beritikad baik kepada warga. Pasalnya jalan tersebut sudah dipakai warga dan menjadi jalan utama mereka sejak tahun 2000. Adapun patok itu terpasang sepanjang 180 meter masuk ke dalam kampung.
“Tiba-tiba saja pada tanggal 10 Desember 2014 sampai 13 Desember 2014 sudah terpasang patok yang memakan lebar satu meter dari sisi jalan itu,” ujar Titin.
Dia pun menyesalkan sikap ahli waris yang arogan dengan melaporkan dugaan pengrusakan yang dilakukan warga dan menyisakan jalan yang hanya bisa dilalui satu unit sepeda motor. Menurutnya, hal tersebut sangat merugikan warga, terutama pemilik mobil.
“Yang punya sebelumnya sempat memberikan izin yang disaksikan langsung oleh RT dan unsur muspika, jika sebagian tanahnya itu untuk dijadikan jalan. Itu sebabnya akhirnya pemerintah pun melakukan pengaspalan dan perawatan terhadap jalan itu. Lha ini kok tiba-tiba ahli waris memasang patok tanpa sepengetahuan warga dan muspika,” kecam Titin.
Sementara Kapolsek Karangtengah Kompol Darmadji, membenarkan bahwa pihaknya telah memanggil tiga warga Kampung Waas atas laporan pihak ahli waris atas nama Sutardi.
Namun, lanjut Darmadji, pemanggilan tiga warga itu hanya sebatas saksi saja untuk dimintai keterangan di Polsek Karangtengah. Ia pun menegaskan bahwa pemanggilan itu bukan sebagai tersangka atas pelaporan ahli waris yang diterima pihaknya. Berkenaan dengan perselisihan ini, pihaknya pun menerima berbagai keluhan dan masukan dari masyarakat. “Bukan sebagai tersangka. Tapi sebagai saksi untuk dimintai keterangan saja,” tegas Darmadji.
Darmadji menambahkan, kasus perselisihan antara ahli waris dengan warga ini sebenarnya bisa diselesaikan di kantor desa. Namun ia pun tidak mengetahui secara persis apa alasan warga malah mendatangi Polsek Karangtengah.
Dengan adanya tuntutan warga ini, pihaknya bakal memanggil pihak ahli waris, warga dan ketiga warga yang dilaporkan oleh ahli waris dengan dugaan telah merusak patok tanahnya. Penyelesaian yang paling masuk akal, dengan jalan musyawarah.
“Tidak mungkin kami menolak laporan warga kepada kami. Tapi ini bisa diselesaikan dengan cara musyawarah. Makanya nanti akan kami panggil semuanya ke polsek, baik ahli waris, warga, RT, RW, Kades dan tiga warga yang dilaporkan ahli waris telah merusak patok tanahnya itu,” urainya.
Disinggung apakah status ketiga warga Kampung Waas yang dilaporkan pihak ahli waris itu bakal dinaikkan statusnya sebagai tersangka, Darmadji dengan tegas bahwa hal itu sepertinya sulit dan kecil kemungkinannya. Pasalnya dalam keterangan warga dalam audiensi, tanah yang telah dipatok pihak ahli waris itu sudah diserahkan oleh pemiliknya untuk digunakan jalan umum.
“Belum bisa jadi tersangka. Musyawarah dan mediasi dulu. Bukti-bukti kepemilikan ahli waris juga masih atas nama orangtuanya terdahulu. Jadi masih cukup lemah,” sambungnya.
Namun yang membuat permasalahan tersebut menjadi cukup pelik adalah, keberadaan lahan tanah yang sejak tahun 2000 lalu diaspal oleh Pemkab Cianjur. “Nah itu kan menyangkut fasilitas dan jalan milik umum. Jadi tetap harus diselesaikan lewat mediasi dan jalan musyawarah,” pungkasnya.(ruh)
0 komentar:
Posting Komentar